Terlepas dari kesuksesan megah yang berhasil diraih oleh
The Raid : Redemption
(2012) – baik sebagai sebuah film Indonesia yang mampu mencuri
perhatian dunia maupun sebagai sebuah film yang bahkan diklaim banyak
kritikus film dunia sebagai salah satu film aksi terbaik yang pernah
diproduksi dalam beberapa tahun terakhir – tidak ada yang dapat
menyangkal bahwa film garapan sutradara Gareth Huw Evans tersebut
memiliki kelemahan yang cukup besar dalam penataan ceritanya.
Untuk seri kedua dari tiga seri yang telah direncanakan untuk The Raid,
Evans sepertinya benar-benar mendengarkan berbagai kritikan yang telah
ia terima mengenai kualitas penulisan naskahnya. Menggunakan referensi
berbagai film aksi klasik seperti The Godfather (1972) dan
Infernal Affairs
(2002), Evans kemudian memberikan penggalian yang lebih mendalam
terhadap deretan karakter maupun konflik penceritaan sekaligus
menciptakan jalinan kisah berlapis yang tentu semakin menambah kompleks
presentasi kisah The Raid 2: Berandal. Lalu bagaimana Evans mengemas
pengisahan yang semakin rumit tersebut dengan sajian kekerasan nan
brutal yang telah menjadi ciri khas dari The Raid?
Dengan jalan cerita yang berjalan sekitar dua jam setelah berbagai peristiwa yang terjadi dalam
The Raid : Redemption,
The Raid 2: Berandal mengisahkan mengenai Rama (Iko Uwais) yang kini
telah bergabung dengan sebuah pasukan khusus pimpinan Bunawar (Cok
Simbara) yang memiliki misi untuk membongkar keterlibatan para polisi
dalam berbagai organisasi kriminal. Untuk menjalankan misinya, Rama
diharuskan membuang identitas dirinya untuk kemudian mendekati sekaligus
memasuki sebuah organisasi kriminal besar yang dipimpin oleh Bangun
(Tio Pakusadewo).
Berbekal dengan persahabatan yang ia jalin dengan putera tunggal Bangun,
Uco (Arifin Putra), Rama mulai mendapatkan kepercayaan Bangun dan
secara perlahan memulai investigasinya pada orang-orang yang terlibat
dalam jaringan kriminal pimpinan Bangun. Intrik ternyata tidak berhenti
hanya pada usaha Rama dalam menjalankan misi rahasianya. Di saat yang
bersamaan, keterlibatannya yang semakin mendalam dalam organisasi
kriminal pimpinan Bangun ternyata turut menyeretnya dalam konflik
internal yang mulai memanas antara Bangun dan Uco.
Uco yang merasa bahwa sang ayah sama sekali tidak akan pernah memberikan
kesempatan baginya untuk duduk di kursi pimpinan, mulai menyusun
rencana untuk melakukan kudeta bersama dengan seorang kriminal lain
bernama Bejo (Alex Abbad) yang semenjak lama juga telah mengincar
beberapa wilayah yang selama ini berada dibawah kekuasaan Bangun.
Terjebak diantara misi pribadi dan konflik internal sebuah organisasi
kriminal, Rama harus segera memutar otaknya untuk dapat menyelesaikan
tugas sekaligus menyelamatkan nyawanya di saat yang bersamaan.
Berbeda dengan
The Raid : Redemption
yang lebih mengunggulkan kehadiran presentasi adegan aksinya yang
demikian brutal daripada meluangkan waktu lebih banyak dalam menggali
berbagai unsur penceritaannya, Gareth Huw Evans jelas terlihat berusaha
untuk menghadirkan plot penceritaan yang lebih kompleks, berlapis dan
mendalam bagi The Raid 2: Berandal. Sebuah usaha yang tidak mudah – dan
Evans sesungguhnya masih terasa sedikit terbata-bata dalam menghadirkan
jalan cerita yang ingin ia sampaikan.
Beberapa masalah yang muncul dalam perwujudan naskah cerita film yang
lebih kompleks arahan Evans tersebut adalah seperti ketidakmampuan Evans
dalam mengelola beberapa konflik sehingga terasa menggantung,
penyampaian yang masih terasa bertele-tele sehingga beberapa kali terasa
mengganggu kedinamisan jalan penceritaan maupun sikap “serakah” Evans
dalam menghadirkan terlalu banyak lapisan cerita namun gagal untuk
memberikan pengembangan yang lebih meyakinkan. Deretan problema tersebut
juga masih ditambah dengan beberapa kerikil kecil seperti inkonsistensi
dalam penyusunan dialog yang juga hadir dalam susunan naskah cerita
The Raid : Redemption namun masih belum dapat dihilangkan dalam jalan cerita The Raid 2: Berandal.
Jadi apakah perubahan yang dilakukan Evans berdampak buruk bagi kualitas
presentasi The Raid 2: Berandal secara keseluruhan? Sama sekali tidak!
Evans harus diakui adalah sosok sutradara yang cukup cerdas. Ia tahu
persis mengenai apa yang ia inginkan untuk hadir dalam filmnya, baik
dari segi cerita, karakter maupun perwujudan visual filmnya. Karenanya,
terlepas dari masih terbatasnya kemampuan Evans dalam merangkai jalinan
cerita, The Raid 2: Berandal masih mampu dibekali dengan
karakter-karakter kuat yang akan berhasil mencuri perhatian setiap
penontonnya.
Tidak seperti di film sebelumnya dimana banyak karakter terasa hanya
menjadi sosok pelengkap bagi kehadiran adegan aksi, karakter justru
menjadi pusat penceritaan dalam The Raid 2: Berandal. Karakter-karakter
inilah yang menggerakkan penceritaan, memicu kehadiran konflik dan
akhirnya meledakkan deretan adegan aksi dalam film ini. Dan layaknya
The Raid : Redemption,
Evans kembali menghadirkan deretan koreografi aksi yang kini tidak
hanya terasa semakin brutal namun juga tampil begitu indah dalam
eksekusinya berkat dukungan tata kamera yang begitu handal dari Matt
Flannery dan Dimas Imam Subhono. Tata musik arahan Aria Prayogi, Joseph
Trapanese dan Fajar Yuskemal juga membantu meningkatkan serta menjaga
intensitas emosional penceritaan di sepanjang presentasi film.
Peningkatan kualitas yang cukup mengesankan.
Berbicara mengenai karakter, selain mendapatkan penggalian yang lebih
mendalam, kehadiran deretan karakter dalam jalan cerita The Raid 2:
Berandal juga menjadi lebih kuat berkat kemampuan para pemerannya dalam
menghidupkan karakter-karakter tersebut. Didukung dengan penampilan
aktor-aktor watak seperti Cok Simbara, Tio Pakusadewo, Oka Antara hingga
aktor asal Jepang, Kenichi Endo, karakter-karakter yang mereka perankan
jelas akan mampu meninggalkan kesan lebih mendalam jauh setelah
penonton selesai menyaksikan film ini. Iko Uwais sendiri juga mampu
memberikan peningkatan kemampuan akting yang signifikan dalam film ini.
Kemampuannya dalam mengolah dialog terdengar jauh lebih baik dan lebih
hidup dari apa yang dihadirkannya dalam
The Raid : Redemption.
Kredit yang sama juga layak disematkan pada Arifin Putra dan Alex Abbad
yang mampu membawakan karakter mereka dengan begitu baik. The Raid 2:
Berandal juga didukung dengan penampilan singkat namun begitu
mengesankan dari duet Julie Estelle dan Very Tri Yulisman yang begitu
dinamis, Epy Kusnandar yang selalu berhasil mencuri perhatian, Cecep
Arif Rahman yang tampil dengan koreografi laga yang begitu mematikan
hingga kemunculan kembali Yayan Ruhian dalam karakter baru namun tetap
akan mampu membuat banyak penonton berdecak kagum karenanya.
Jelas adalah sangat menyenangkan untuk menyaksikan bahwa Gareth Huw
Evans tidak serta merta menghadirkan The Raid 2: Berandal dengan
mengandalkan formula kesuksesan
The Raid : Redemption
yang sama. Jangan salah. Dalam film ini, Evans masih mengandalkan
kehadiran deretan adegan aksi nan brutal yang dikoreografikan dengan
indah untuk kembali memikat penontonnya. Evans bahkan meningkatkan dosis
adegan aksinya dan mengeksplorasi formula andalannya dengan sajian
darah yang lebih kental. Namun, lebih dari
The Raid : Redemption,
The Raid 2: Berandal hadir dengan komposisi penceritaan yang juga lebih
berani dan matang. Secara berani, Evans menyusun naskah cerita filmnya
dengan karakter-karakter yang lebih kuat serta jalinan cerita yang lebih
kelam dan kompleks. Tidak selamanya berjalan sukses. Kemampuan
bercerita Evans mungkin masih belum seunggul kekuatan visinya dalam
merangkai adegan aksi – yang membuat beberapa puluh menit durasi film
ini terasa sedikit berjalan lamban dan bertele-tele.
Meskipun begitu, The Raid 2: Berandal jelas merupakan sebuah kemajuan
yang sangat signifikan dari seri sebelumnya. Sebuah kemajuan yang mampu
menunjukkan bahwa Evans adalah salah satu sutradara film aksi paling
cerdas dan dinamis di dunia sekaligus potensi sangat besar yang dimiliki
oleh seri
The Raid selanjutnya untuk menjadi salah satu film aksi terbaik sepanjang masa.
Sumber,