So what went wrong with
Captain America: The First Avenger
(2011)? Well… terlepas dari pemilihan Chris Evans yang benar-benar
memiliki penampilan, kharisma dan kemampuan yang tepat untuk memerankan
sang karakter utama,
Captain America: The First Avenger
tidak pernah benar-benar terasa sebagai sebuah film yang diperuntukkan
kepada Captain America secara keseluruhan. Dengan penggalian karakter
utama yang cukup terbatas serta paruh penceritaan lanjutan yang kemudian
menghadirkan beberapa karakter ciptaan Marvel Comics yang telah
terlebih dahulu meraih popularitasnya,
Captain America: The First Avenger
lebih kental terasa sebagai media publikasi untuk mengenalkan karakter
Captain America kepada penonton dalam skala luas sebelum karakter
tersebut akhirnya diikutsertakan dalam
The Avengers (2012) – yang sekaligus menjadikan
Captain America: The First Avenger terasa seperti promosi berdurasi 125 menit bagi
The Avengers.
Bukan sebuah presentasi yang benar-benar buruk namun kurang mampu untuk
memberikan kesan esensial sebagai pemicu hadirnya sebuah franchise
superhero yang baru. Kelemahan di bagian penulisan naskah itulah yang
sepertinya menjadi fokus pembenahan utama dalam seri kedua pengisahan
Captain America, Captain America: The Winter Soldier. Kali ini, duo
penulis naskah Christopher Markus dan Stephen McFeely mencoba untuk
memberikan sentuhan penceritaan yang lebih mendalam dan kuat, baik
kepada kehidupan personal sang karakter utama, orang-orang yang berada
di sekitarnya maupun berbagai konflik yang terjalin dalam interaksi
mereka satu sama lain. And it works!
Layaknya film-film yang didedikasikan untuk karakter superhero Marvel
Comics lainnya, Captain America: The Winter Soldier akhirnya mampu
menjelma menjadi sebuah film bagi Captain America secara seutuhnya.
Namun apakah hal tersebut sekaligus berhasil menjadikan Captain America:
The Winter Soldier sebagai salah satu film terbaik dalam Marvel
Cinematic Universe? Let’s see.
Berlatar belakang masa penceritaan dua tahun semenjak berbagai konflik yang terjadi dalam
The Avengers,
Steve Rogers (Chris Evans) kini melanjutkan kehidupannya di Washington
D.C., Amerika Serikat dengan melanjutkan tugasnya sebagai Captain
America bersama agen spionase S.H.I.E.L.D. sekaligus terus berusaha
untuk mengikuti perkembangan dunia yang telah ditinggalkannya ketika
tubuhnya dibekukan selama beberapa puluh tahun.
Suatu hari, setelah ia terlibat dalam sebuah operasi untuk membantu
S.H.I.E.L.D. dalam membebaskan kapal laut mereka dari serangan bajak
laut Algeria yang dipimpin oleh Georges Batroc (Georges St-Pierre)
bersama dengan agen rahasia Natasha Romanoff (Scarlett Johansson), Steve
mulai mempertanyakan sikap kepemimpinan Nick Fury (Samuel L. Jackson)
ketika mengetahui bahwa Nick menyimpan rahasia dari dirinya mengenai
misi sebenarnya dari keberadaan agen Natasha Romanoff dalam operasi
tersebut.
Keraguan Steve terhadap dirinya itulah yang membuat Nick kemudian
mengenalkan sebuah misi rahasia milik S.H.I.E.L.D. bernama
Operation:Insight kepada Steve. Tidak lama sesudahnya, Nick justru
kemudian kehilangan aksesnya pada Operation:Insight dan mengalami
penyerangan bertubi-tubi dari seorang pembunuh misterius yang dikenal
dengan sebutan The Winter Soldier. Beruntung, Nick dapat menyelamatkan
diri dari serangan tersebut. Dalam keadaan terluka, Nick menemui Steve
di apartemennya dan menyerahkan sebuah flash drive sekaligus
mengingatkan Steve untuk tidak mempercayai orang-orang yang berada di
sekitarnya.
Sialnya, begitu mengetahui bahwa ia adalah orang terakhir yang ditemui
oleh Nick, pimpinan senior S.H.I.E.L.D., Alexander Pierce (Robert
Redford), justru menjadikan Steve sebagai seorang buronan setelah ia
menolak untuk memberi informasi mengenai apa tujuan Nick ketika datang
ke apartemennya. Diburu oleh orang-orang yang selama ini ia percayai,
Steve Rogers kini harus terus berlari untuk menyelamatkan diri sekaligus
mencari tahu mengenai apa yang sebenarnya sedang terjadi dalam
S.H.I.E.L.D. serta orang-orang yang terlibat didalamnya.
Christopher Markus dan Stephen McFeely harus diakui berhasil untuk
meningkatkan kualitas penulisan penceritaan Captain America: The Winter
Soldier dengan memberikan deretan intrik dan konflik yang lebih kuat
sekaligus karakter-karakter yang lebih mampu dimanfaatkan keberadaannya
untuk menjadikan gerakan cerita film menjadi lebih dinamis.
Namun, di saat yang bersamaan, kekuatan penceritaan tersebut kurang
mampu dieksekusi dengan baik oleh duo Anthony Russo dan Joe Russo (You,
Me and Dupree, 2006) yang duduk di kursi penyutradaan menggantikan
posisi Joe Johnston. Duo Russo serasa tidak pernah benar-benar mampu
untuk mengeksplorasi jalan cerita yang ia tangani dengan sempurna.
Terlalu lamban dalam mengalurkan sisi penceritaan drama film dan di saat
yang bersamaan juga terasa tidak mampu untuk menghasilkan sajian aksi
yang kuat di saat jalan cerita membutuhkan elemen tersebut. Hasilnya,
meskipun telah didukung dengan jalan penceritaan yang lebih padat
berisi, eksekusi lemah duo Russo gagal untuk memberikan kepuasan secara
utuh dalam deretan tahapan penceritaan Captain America: The Winter
Soldier.
Chris Evans sendiri masih tampil sangat prima sebagai Steve Rogers atau
Captain America. Daya tarik keseluruhan yang dimiliki oleh Evans mungkin
telah hampir menyamai dengan kharisma yang dimiliki oleh Robert Downey,
Jr. dalam memerankan Tony Stark alias Iron Man: telah cukup sulit untuk
membayangkan kedua karakter tersebut jika diperankan oleh aktor yang
berbeda. Pemberian porsi penceritaan yang lebih besar pada karakter
Natasha Romanoff juga mampu dibarengi dengan chemistry yang begitu erat
antara Evans dan Scarlett Johansson.
Meskipun sama sekali tidak pernah diberikan porsi penceritaan yang
mengarah kepada terbentuknya jalinan kisah romansa antara kedua karakter
yang mereka perankan namun Evans dan Johansson berhasil membentuk
jalinan chemistry (secara seksual?) yang akan mampu membuat para
penonton bahwa kedua karakter mereka mampu hadir dengan porsi
penceritaan yang lebih dari sekedar jalinan persahabatan. Begitulah
jalinan keeratan chemistry yang berhasil dijalin Evans dan Johansson
dalam film ini.
Para pemeran pendukung lain juga mampu memberikan kontribusi akting yang
sangat meyakinkan bagi Captain America: The Winter Soldier. Samuel L.
Jackson mampu tampil prima dengan perannya sebagai Nick Fury yang juga
mendapatkan porsi peran lebih besar di film ini. Kehadiran kembali
karakter Bucky Barnes yang diperankan oleh Sebastian Stan juga mampu
tampil mencuri perhatian – meskipun dengan porsi penceritaan yang harus
diakui kurang memuaskan.
Sayangnya, hal yang sama juga terjadi pada Robert Redford, Anthony
Mackie dan Emily VanCamp. Karakter-karakter yang mereka perankan terasa
memiliki peran yang cukup vital dalam jalinan penceritaan Captain
America: The Winter Soldier. Namun, eksplorasi karakter yang begitu
terbatas membuat karakter-karakter tersebut justru akhirnya terasa
kurang esensial. Captain America: The Winter Soldier juga hadir dengan
kualitas produksi yang berkelas – meskipun entah kenapa tidak pernah
benar-benar terasa istimewa jika dibandingkan dengan film-film produksi
Marvel Studios lainnya. Mungkin jika Captain America: The Winter Soldier
mampu mendapatkan pengarahan yang lebih kuat lagi maka film ini akan
berhasil tampil lebih mengesankan.
Bukan berarti bahwa film ini hadir dengan kualitas yang seadanya atau
bahkan mengecewakan. Namun hasil penulisan naskah Christopher Markus dan
Stephen McFeely yang mampu menyelipkan berbagai intrik lebih
menegangkan jika dibandingkan dengan seri sebelumnya gagal dieksekusi
dengan lebih layak oleh duo sutradara Anthony dan Joe Russo. Karenanya,
meskipun didukung dengan kualitas naskah yang membaik, penampilan
jajaran pengisi departemen akting yang begitu apik serta kualitas
produksi yang cukup cemerlang, Captain America: The Winter Soldier masih
saja kurang mampu menggenggam perhatian para penontonnya dengan
seutuhnya pada banyak bagian ceritanya. Peningkatan dari seri sebelumnya
namun jelas masih memiliki beberapa ruang narasi yang perlu mendapatkan
perbaikan.
Sumber,